Sejarah Penyebutan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Pada awal
berlakunya UUD 1945 dimulailah lembaran pertama sejarah Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR), yakni terbentuknya KNIP sebagai embrio MPR. Istilah Majelis
Permusyawaratan Rakyat muncul pertama kalinya pada Sidang Kedua Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) tanggal 11 Juli 1945
yang dipimpin oleh Dr. K.R.T Radjiman Wedyodningrat dengan cara Persiapan
Penyusunan Rancangan Undang-Undang Dasar. Penyebutan MPR merupakan usulan dari
anggota BPUPKI Muhammad Yamin, yang dalam pembicaraannya menjelaskan mengenai
usul konsep Undang-Undang Dasar yang telah diajukan tertulis pada tanggal 29
Mei 1945. Khusus mengenai MPR, dijelaskan bahwa:
“… MPR
harus memegang kekuasaan yang setinggi-tingginya di dalam republik; Kekuasaan
yang dipegang oleh Permusyawaratan seluruh rakyat Indonesia diduduki, tidak
saja oleh wakil-wakil daerah Indonesia, tetapi semata-mata pula oleh wakil
golongan atau rakyat Indonesia seluruhnya, yang dipilih dengan bebas dan
merdeka oleh rakyat dengan suara terbanyak…”.
Selanjutnya,
dalam rapat Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang dipimpin oleh Ir.
Soekarno (Ketua Panitia Perancang UUD) dalam draft Undang-Undang Dasar, Pasal 1
Ayat (2) disebutkan bahwa “ Souvereiniteit berada ditangan rakyat, yang
dilakukan sepenuhnya oleh Badan Permusyawaratan Rakyat”.
Dalam
Sidang BPUPKI pada tanggal 15 Juli 1945 yang dipimpin oleh Dr. K.R.T Radjiman
Wedyodiningrat, Soepomo mengusulkan perubahan rumusan UUD sebagaimana yang
dihasilkan Panitia Perancang UUD, yaitu
“Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat”.
Terkait
dengan lembaga pemegang kedaulatan, Soekiman mengusulkan agar kedaulatan
diwujudkan dalam jelmaan suatu badan yang dinamakan Majelis permusyawaratan
Rakyat dan ditetapkan dalam UUD. Dengan demikian MPR sama kedudukannya seperti
Rijksdag Jerman, Konstitusi Weimar, majelis Rendah Dai Nippon atau Tweede Kamer
dari Staten-generaal Belanda.
Istilah
Majelis Permusyawaratan Rakyat disetujui dimasukan dalam UUD bersamaan dengan
disetujuinya rancangan UUD pada Sidang BPUPKI pada tanggal 16 Juli 1945 yang
dipimpin oleh Dr. K.R.T Radjiman Wedyodningrat dan pada Sidang Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada saat mengesahkan Batang Tubuh UUD
1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 yang dipimpin oleh Ir. Soekarno. Dalam Sidang
PPKI tersebut, MPR disetujui sebagai suatu badan Negara yang memegang
kedaulatan rakyat, yang tidak terbatas kekuasaannya.
0 komentar:
Posting Komentar