ngeBLOG untuk mengHILANGkan kejenuhan . . . dan saling berbagi informasi, MUDAH2AN BERMANFAAT




Kamis, 17 Maret 2011

Sejarah Penyebutan Majelis Permusyawaratan Rakyat

Sejarah Penyebutan Majelis Permusyawaratan Rakyat

            Pada awal berlakunya UUD 1945 dimulailah lembaran pertama sejarah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), yakni terbentuknya KNIP sebagai embrio MPR. Istilah Majelis Permusyawaratan Rakyat muncul pertama kalinya pada Sidang Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) tanggal 11 Juli 1945 yang dipimpin oleh Dr. K.R.T Radjiman Wedyodningrat dengan cara Persiapan Penyusunan Rancangan Undang-Undang Dasar. Penyebutan MPR merupakan usulan dari anggota BPUPKI Muhammad Yamin, yang dalam pembicaraannya menjelaskan mengenai usul konsep Undang-Undang Dasar yang telah diajukan tertulis pada tanggal 29 Mei 1945. Khusus mengenai MPR, dijelaskan bahwa:

            “… MPR harus memegang kekuasaan yang setinggi-tingginya di dalam republik; Kekuasaan yang dipegang oleh Permusyawaratan seluruh rakyat Indonesia diduduki, tidak saja oleh wakil-wakil daerah Indonesia, tetapi semata-mata pula oleh wakil golongan atau rakyat Indonesia seluruhnya, yang dipilih dengan bebas dan merdeka oleh rakyat dengan suara terbanyak…”.

            Selanjutnya, dalam rapat Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang dipimpin oleh Ir. Soekarno (Ketua Panitia Perancang UUD) dalam draft Undang-Undang Dasar, Pasal 1 Ayat (2) disebutkan bahwa “ Souvereiniteit berada ditangan rakyat, yang dilakukan sepenuhnya oleh Badan Permusyawaratan Rakyat”.

            Dalam Sidang BPUPKI pada tanggal 15 Juli 1945 yang dipimpin oleh Dr. K.R.T Radjiman Wedyodiningrat, Soepomo mengusulkan perubahan rumusan UUD sebagaimana yang dihasilkan Panitia Perancang UUD,  yaitu “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”.

            Terkait dengan lembaga pemegang kedaulatan, Soekiman mengusulkan agar kedaulatan diwujudkan dalam jelmaan suatu badan yang dinamakan Majelis permusyawaratan Rakyat dan ditetapkan dalam UUD. Dengan demikian MPR sama kedudukannya seperti Rijksdag Jerman, Konstitusi Weimar, majelis Rendah Dai Nippon atau Tweede Kamer dari Staten-generaal Belanda.

            Istilah Majelis Permusyawaratan Rakyat disetujui dimasukan dalam UUD bersamaan dengan disetujuinya rancangan UUD pada Sidang BPUPKI pada tanggal 16 Juli 1945 yang dipimpin oleh Dr. K.R.T Radjiman Wedyodningrat dan pada Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada saat mengesahkan Batang Tubuh UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 yang dipimpin oleh Ir. Soekarno. Dalam Sidang PPKI tersebut, MPR disetujui sebagai suatu badan Negara yang memegang kedaulatan rakyat, yang tidak terbatas kekuasaannya.

0 komentar: